Laman

Kamis, 19 Februari 2015

Memancing Tuhan

Apa yang kita lakukan kadangkala harus dirahasiakan, cuma kita yang tau, kadangkala boleh diperlihatkan.

Solat lima waktu ada yang bacaannya dimunculkan atau jahar dan ada yang bacaannya dipelankan atau sirr.

Begitu juga sedekah. Satu waktu boleh disembunyikan, jangan sampai tangan kiri tau apa yang diberikan tangan kanan.

Satu waktu sedekah boleh ditampakkan, untuk mencontohkan orang agar ikut bersedekah juga, misalnya.

Kalau ada kekhawatiran riya' pamer dalam melakukan ibadah yang ditampakkan tadi justru harus dilawan.

Beberapa ibadah tetap Allah terima meskipun seolah pamer. Seolah pamer lho ya, bukan yang jelas-jelas pamer.

Yang jelas-jelas pamer yang akan diterima, oleh orang yang menonton pameran itu. Sedang yang seolah pamer, karena dituntut untuk menampakkan, insyaallah diterima oleh Allah.

Solat dan sedekah satu waktu dituntut untuk 'seolah pamer'. Dan itu boleh.

Yang sedang ngetrend sekarang ini bukan sedekah pamer, tapi sedekah ekstrim. Bersedekah dalam jumlah melampaui batas, tanpa menghiraukan akibat logisnya.

Misal seorang penjual pecel lele memiliki sejumlah uang dalam usahanya.

Sepertiga untuk operasional, sepertiga untuk mengembangkan cabang warung lain, sepertiga untuk cadangan tak terduga.

Pedagang pecel lele ini berdagang seperti biasa dengan biaya operasional dari sepertiga kekayaannya.

Di sisi lain, ia juga bersedekah dengan dua per tiga kekayaannya yang seharusnya untuk mengembangkan cabang dan dana cadangan.

Bersedekahlah ia dengan harapan dua per tiga harta yang ia sedekahkan kembali dengan jumlah berlipat ganda.

Seminggu, sebulan, setahun, keuntungan sedekah yang ia harapkan tidak datang juga.

Sementara usaha pecel lele yang sedang berjalan tidak mengalami kemajuan yang berarti.

Sementara teman-teman yang menjalani usaha dengan hitungan logis dan sedekah 'biasa' saja semakin maju.

Bahkan membuka banyak cabang di seantero kota dengan pembeli yang terus ramai.

Bagaimana dengan pengusaha yang bersedekah ekstrim tadi? Usahanya jalan di tempat. Umpan sedekah yang ia lemparkan tidak membuahkan apa-apa.

Ya, umpan! Ia seolah sedang memancing Kekayaan Tuhan dengan umpan sedekahnya.

Ini jenis sedekah yang menurut saya tidak boleh diajarkan.

Dari dua jenis sedekah yang boleh diajarkan cuma ada sedekah sirr (dirahasiakan) dan 'alaniyah (diumumkan).

Sedekah ekstrim tanpa memperhitungkan akibat logis dengan kesan memancing pemberian Tuhan tidak pernah diajarkan.

Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq memang pernah menyumbangkan seluruh kekayaannya untuk ekspedisi Tabuk. Tidak ada yang seperti beliau.

Tapi ini beliau lakukan untuk tujuan mencontohkan orang banyak agar ikut bersedekah. Sama sekali bukan memancing kemurahan Allah.

Sampai akhir hayatnya beliau bahagia dalam kesederhanaan, bukan nelangsa sebab pancingan sedekah tidak membuahkan apa-apa.

Betul bahwa menanam satu biji akan menumbuhkan tujuh tangkai. Setiap tangkai membuahkan seratus biji.

Betul bahwa Allah mampu melipatgandakan lebih dari itu untuk orang yang Dia kehendaki.

Betul bahwa sedekah itu menghindarkan bencana. Betul semua yang termaktub dalam teks agama.

Dan logika tetap harus digunakan untuk menolak sedekah ekstrim yang cuma memancing Gusti Allah menurunkan balasannya.

Keikhlasan juga jadi pondasi utama dalam segala hal, termasuk sedekah ini. Mari bersikap logis dan ikhlas dalam bersedekah.

Semoga kita tidak termasuk orang yang memancing kekayaan Tuhan tanpa keikhlasan.

Semoga kita tidak terpancing oleh pemancing sedekah ekstrim tanpa perhitungan matang dan ketulusan.

Wallahu a'lam bishshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar